Holistik Ministri Model Pemberdayaan Holistik Berbasis Iman
Wallace (2004) dalam laporannya tentang sebuah proyek penelitian independen Model Pemberdayaan Holistik Berbasis Iman (PHBI) dia sebutkan laporan ini merupakan alat untuk menjelaskan teori pembangunan berbasis iman dan holistik. Model PHBI ini mengidentifikasi dan menganalisis potongan-potongan penting dari proses perkembangan dan pembangunan menyeluruh, juga berfungsi sebagai peta konseptual bagi mereka yang ingin terlibat dalam pembangunan holistik berbasis agama. Berdasarkan riset dan pengamatan, organisasi berbasis agama yang terlibat dalam pembangunan holistik, usaha yang berhasil didirikan adalah pada aspek: (1) pembangunan manusia suci/kudus yang mengikat orang dalam jemaat sebagai tempat di mana mereka bersedia untuk (2) menginvestasikan diri mereka sendiri dan (3) sumber daya mereka untuk keuntungan orang lain.
Sebagaimana orang mengalami pemberdayaan berbasis agama mereka, lebih lanjut mereka mengikuti proses berinvestasi sendiri dalam penciptaan organisasi berbasis agama yang diberdayakan. Melalui organisasi berbasis agama yang diberdayakan dan bahwa merasa memberdayakan baik dengan cara menekan kebutuhan individu untuk mendukung kebutuhan yang lebih besar, serta lebih sistemik sehingga kebutuhan organisasi dan lingkungan terpenuhi. Artinya mereka mendapatkan kepuasan pribadi dengan mewujudkan cita-cita bersama yang lebih besar secara sistematik. Dalam prakteknya, untuk jangka pendek mereka berkorban secara pribadi untuk mencapai manfaat bagi organisasi dalam jumlah yang lebih besar, dimana pada akhirnya dari tujuan bersama mereka kemudian juga mendapatkan manfaat bagi pribadi mereka sendiri.
Melalui PHBI, sebagai jemaat mereka diajari untuk mampu memutuskan dan untuk melakukan apa yang menjadi keyakinan bahwa mereka yang dipanggil dan untuk mencapai wujud siapa mereka dipanggil. Model pemberdayaan holistik berbasis agama dapat membantu mereka untuk mengidentifikasi di mana mereka berada dan langkah-langkah yang mereka harus pertimbangkan untuk memperluas usaha mereka. Menyadari bahwa orang-orang membangun organisasi pasti dari individu, model ini yang secara eksplisit mendorong orang atau manusia yang pertama dikembangkan, baik spiritual dan sosial. Hal ini kemudian mendorong perkembangan fondasi ekonomi, khususnya yang organisasi itu sendiri, yang akan memungkinkan fleksibilitas untuk memilih apa yang bisa dan harus dilakukan, baik dari segi pembangunan manusia dan pembangunan masyarakat, bahkan jika pemerintah, yayasan, atau entitas lain tidak memilih untuk mendukung secara finansial, mereka mampu menyediakan sumber daya yang mereka butuhkan. Mereka tidak tergantung kepada organisasi formal mapan yang sudah ada.
Model ini menjelaskan teori pembangunan holistik berbasis agama dengan mengartikulasikan sifat hubungan antara proses-proses pemberdayaan (yaitu, bagaimana individu, organisasi berbasis iman, dan lingkungan menjadi berdaya oleh iman) dan apa yang memberdayakan individu, organisasi dan lingkungan yang mampu menyelesaikan proses penciptaan untuk memperkuat tingkat perkembangan berikutnya. Jadi model ini membangun secara bertahap dari individu mencapai masyarakat yang luas.
Model PHBI ini memiliki sifat elucidates yang menegaskan bahwa pemberdayaan holistik tidak terjadi hanya dalam pembangunan manusia tetapi membutuhkan pemenuhan ekonomi dan pengembangan masyarakat juga. Banyak gereja di seluruh Amerika bekerja secara independen, interdependently dan kolektif untuk membawa perkembangan menyeluruh bagi masyarakat melalui organisasi berbasis agama dan masyarakat. Untuk saat ini, penelitian yang ada masih relatif sedikit yang telah dilakukan untuk mengkaji fenomena ini. Dengan tidak adanya model, peralatan dan contoh, organisasi berbasis agama banyak mulai dari awal, melakukan kesalahan diprediksi dan belajar ulang pelajaran yang sulit ditemukan oleh banyaknya umat sebelum mereka.
Meskipun tidak ada obat mujarab, maupun pengganti pengalaman atau kerja keras, Model Pemberdayaan Holistik Berbasis Iman dapat memberikan titik awal untuk memandu perkembangan teori pemberdayaan yang dapat diterapkan pada organisasi berbasis agama dan sebagai template untuk praktisi untuk mengikutinya karena mereka perlu melanjutkan pekerjaan tentang revitalisasi kota batin bangsa kita, melalui iman.
Ringkasnya: PHBI mengaktivasi dan merevitalisasi iman individu untuk bersedia bekerja dalam konteks yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat. Mereka berbuat dan berkarya bagi orang lain sebagai panggilan iman. Mereka yakin bahwa mereka dipanggil untuk membawa kebaikan bagi sesama umat manusia dan juga lingkungan.
Bila dirujuk kepada Alkitab, maka PHBI ini lebih menekankan pada misi kedua yaitu Great Commandment yaitu mengasihi Allah dan sesama manusia yang didasarkan keyakinan bahwa manusia diciptakan untuk memelihara dan mengusahakan ciptaan Allah: bumi dan segala isinya, yaitu Misi Pertama Great Development atau Earthly Management.
Model PHBI ini banyak bertumbuh dan berkembang semasa Presiden George Bush berkuasa di USA karena beliau dikenal sangat dekat dengan kalangan fundamentalis Kristen. Memang USA identik dengsan negara Kristen, walaupun kalangan agama merasakan diabaikan dan banyak haknya tidak diakomodasi oleh pemerintah yang dianggap sebagai kalangan sekuler.
Sebagai gambaran di Indonesia, sejak ICMI berdiri model ini sebenarnya sudah dikembangkan dan diterapkan secara sistematis dengan menggunakan anggaran negara. Hampir semua (baca: mayoritas) pejabat pemerintah: legislatif dan eksekutif adalah berasal dari agama muslim. Merekalah yang mempunyai kuasa berdasarkan hak konstitusi (karena suaranya mayoritas, karena mereka membuatnya demikian) untuk mengatur alokasi anggaran negara dengan mengutip pajak dari rakyat. Mereka mengalokasikan anggaran itu didukung dengan UU dan PERDA yang ditetapkan berdasarkan kepentingan (agama) mereka.
Apalagi untuk periode 2009-2014 tidak ada anggota legislatif di pusat (DPR) dengan Fraksi yang benar-benar non muslim dan khusus Kristiani, maka jelas tidak ada perlawanan dari minoritas untuk menggolkan semua keinginan dari mayoritas. Dan tindakan mereka, jelas dilandasi oleh “iman” dan merujuk serta mengacu untuk mempraktekkan ajaran agama mereka di bumi persada nusantara ini.
Selain dukungan konstitusi, sikap aparat pemerintah yang jelas-jelas memihak, dan suara mayoritas yang ada; mereka juga didukung oleh kaum fundamentalis muslim yang memiliki basis organisasi massa, partai, yayasan, dan lembaga serta dukungan organisasi internasional khususnya dari Timur Tengah. Negara-negara muslim Arab merupakan negara petro dollar, yang kaya raya karena hasil bumi dan alam mereka dari tambang migas. Ini semua, yang dilandasi oleh imen telah mendorong pembangunan “atribut” keislaman dan muslim dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat (holistik) yang kentara dan sistematis serta masif di Indonesia.
Mereka mendirikan Pondok Pesantren Modern, Islamic School, Islam Village, Islamic City, Islamic Center, Bank Syariah, Bank Muamalat, Akuntansi Syariah, PERDA Syariah dan banyak syariah-syariah lainnya. Kurikulum dan praktek sekolah negeri mereka warnai dengan keislaman mereka. Tutur kata dan sapaan resmi negara diganti dengan tutur kata dan sapaan dalam agama mereka. Mereka menasionalisasi (menegerikan) Universitas/Sekolah Islam. Mereka melembagakan secara nasional urusan persembahan (zakat) mereka. Mereka masukkan dalam undang-undang dan dibebaskan dari pajak. Mereka melembagakan urusalan halal haram nya makanan dan minuman dan banyak hal lainnya. Di semua komplek gedung pemerintah, fasilitas umum seperti perkantoran, mal dan pasar dan tempat kegiatan masyarakat sosial lainnya mereka memiliki mesjid atau sedikitnya musholla. Di daerah-daerah tertentu: lintas utara jawa (khususnya Jawa Barat), lintas kalimantan dari Kalimantan Selatan, mereka menutup jalan dengan memasang drum dan mulai memungut uang dari setiap orang dan kenderaaan yang lewat. Semua tindakan ini didukung oleh MUI dan UU yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh DPR, yang mayoritas memiliki “basis iman” untuk pembangunan holistik berbasis islam. Lebih parah lagi, mereka melarang umat yang bukan islam seperti mereka untuk beribadah dengan berbagai bentuk hambatan dan perilaku dari tekanan psikis sampai tekanan fisik. Mereka juga menghambat karir dan melakukan diskriminasi di segala bidang kehidupan kepada non muslim. Semuanya ini mayoritas adalah atas beban rakyat melalui mekanisme pengeluaran APBN dan APBD dan proyek bantuan keagamaan lainnya. Ini adalah contoh pembangunan atau pemberdayaan holistik berbasis iman, tetapi jelas bukan kristiani.
Bagaimana dengan umat Kristiani (semua aras utama dan non denominasi) di Indonesia? Apakah Anda punya komentar, tanggapan dan pandangan yang alkitabiah? Silahkan ditanggapi dan sebutkan ayat Alkitab yang menjadi rujukan Anda.
Dicuplik dan diterjemahkan/diedit dari Disertasi Dr. Mahli Sembiring, Mh.D.,DCTS berjudul “CHRISTIAN HOLISTIC MINISTRY: TRILOGY MISSION”
Untuk ikut anggota milis kunjungi: http://groups.google.co.id/group/holistik-ministri?hl=id